Reporter : Andhika Firman Agung
Redaktur : Hani Maulia
Sumber Facebook: Ronny Septa Tea
|
“It’s
nothing” begitu yang ia lontarkan ketika ditanyakan mengapa memilih menjadi
penyiar radio di saat sudah menjadi dosen. Menurut Ronny, sebagai seorang dosen
produksi siaran radio, ia juga harus mempunyai pengalaman langsung di dunia
tersebut. Dia sendiri tidak mau di cap sebagai dosen yang hanya ngomong doang
oleh mahasiswa, kalau istilah zaman sekarang mungkin bisa dibilang omdo.
Lahir dari keluarga pendidik, Ronny
Yudhi Septa Priana sudah tertarik dengan dunia radio sejak duduk di bangku Sekolah
Menengah Atas (SMA). Ketertarikannya tersebut membuat dirinya terjerumus ke
dunia teater. Bukan untuk berakting, ia hanya ingin melatih vokalnya untuk
menjadi seorang penyiar yang handal.
Setelah lulus dari sekolah menengah,
dirinya bertolak ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan diploma tiga jurusan
penyiaran. Ilmu dalam hal penyiaran terus ia dapatkan ketika menempuh
pendidikan di Universitas Padjadjaran. Salah satunya, ia sempat mengikuti
program pelatihan penyiar yang diadakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI)
Bandung. Dari banyaknya peserta yang mendaftar, hanya 25 orang yang dipilih
untuk mengikuti program tersebut. Dan beruntungnya, walaupun mendapatkan
peringkat ke-25, Ronny berhasil lolos dan mendapatkan kesempatan untuk
mengikuti pelatihan sebagai penyiar bersama 24 peserta lainnya.
Program pelatihan tersebut membawa pria
kelahiran Sumedang ini menapaki dunia penyiaran secara profesional. Setelah
program dari RRI Bandung selesai, Ronny ditempatkan di beberapa radio swasta di
Bandung di antaranya Fire FM dan Raka FM. Sejak saat itu, Ronny dan dunia radio
mungkin adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Tidak hanya radio di Bandung,
radio-radio di Kota Serang, juga memiliki pengalaman dengan dirinya. Di Serang
ia mengaku pernah menjadi penyiar Dimensi FM, Power Hits (Sekarang X Channel),
dan yang sampai saat ini ia masih terlibat di dalamnya adalah Serang Gawe FM.
Gelar diploma ia dapat, dirinya
memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Tak puas dengan gelar yang ia
miliki, dirinya melanjutkan pendidikan di salah satu universitas di kota tempat
tinggalnya, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta).
“Kebetulan saat itu Untirta membuka
jalur non regular pertama tahun ajaran 2005-2006. Saat itu saya sudah bekerja
menjadi penyiar radio, master of ceremony
(mc), dan reporter di salah satu majalah lokal di Serang. Saya pikir non
reguler kan untuk mahasiswa yang sudah bekerja, makannya saya masuk. Itu
kesempatan baik menurut saya dan dapat dilaksanakan sembari kerja,” ceritanya
pada Minggu (29/04).
Ketika di Untirta, Ronny melihat
terdapat celah kosong di kampusnya tersebut. Laboratorium, itu yang belum
tersedia ketika ia menempuh pendidikan Ilmu Komunikasi di sana. Dibantu dosennya, Yoki Susanto dan Neka Fitria, ia
mengusulkan kepada ketua jurusan untuk membuat laboratorium radio dan televisi.
Setelah disetujui, karena dirinya yang mengusulkan, maka dirinya pula yang
ditunjuk sebagai pengurus laboratorium atau yang biasa disebut dengan laboran.
Pengalamannya sebagai praktisi komunikasi sangat membantu dirinya dalam
mengelola lab tersebut.
Kecintaannya terhadap almamater,
menggiring dirinya untuk menjadi dosen tetap di kampus yang bersebelahan dengan
terminal pakupatan itu. Di tahun 2013 ia medapatkan gelar magister dari
Universitas Indonesia, di tahun tersebut pula ia mengikuti tes masuk untuk
menjadi dosen ilmu komunikasi Untirta. Dinyatakan lolos, dirinya ditetapkan
untuk menjadi dosen mata kuliah produksi siaran radio, event management, kampanye propaganda, dan hukum etika profesi public relation.
“Ketika jadi dosen pun, ditanya, mata
kuliah apa yang mau di ajar? salah satu kompetensi saya di radio, yaudah produksi
siaran radio. Yang kedua, saya pernah
kerja di event organizing yaudah mata
kuliah event management yang saja
ajar,” jelasnya ketika ditanyakan apa alasan memilih mengajar mata kuliah
tersebut.
Profesinya sebagai dosen tidak
membuatnya melupakan radio, selain dirinya yang masih terlibat dalam produksi
Serang Gawe FM, dirinya juga ditunjuk menjadi kepala laboratorium radio, dan
dosen pembimbing komunitas radio di Untirta yaitu Tirta FM.
“Karena saya mengajar hal yang
berhubungan dengan hal tersebut, ya sampai saya pensiun jadi dosen. Entah
sampai kapan saya di dunia radio, belum tahu. Sampai saya gantung mic kayaknya,” tutur Ronny sembari
tertawa. (AFA/HNI/Newsroom)
0 Komentar